Firman Alloh

Selasa, 19 Agustus 2014

Kumpulan Puisi Siswa SMK Al-Madina Cianjur


Akhir Putih Abu-abu Adidas
Dasep

Adidas…
Hati ini merasa tak sanggup tuk mengahadapi perpisahan ini
Semua kenangan yang telah terukir bersamamu
Kini harus berakhir dengan tangisan

Perpisahan ini
Jalan kita untuk memulai dan menempuh kehidupan yang baru
Dengan sehelai kertas tanda ketulusan itu
Semoga semua angan dan cita-citamu akan tercapai

Tapi Adidas…
Suatu hari nanti jikala kita berjumpa lagi
Kau harus ceritakan sepenggal isah hidupmu padaku

Sudahlah Adidas…
Senja sore kali ini harus kita hadapi dengan perpisahan
Tiada guna lagi kautangisi

Bergegaslah Adidas sambut masa depanmu dengan senyuman
Hapus air matamu
Busungkanlah dadamu dan raihlah cita-citamu

Kuyakin kau pasti sama dengan diriku
Pernah berharap agar waktu ini tak berlalu
Namamu kan kuukir di dalam hatiku

Bersama semua kenangan yang indah bersamamu
Satu pesan dariku untukmu yang harus kauingat
Berilah pupuk terbaik ilmu yang kaudapatkan


Cinta Terakhir
Sari Andriani

Saat matahari berganti cahaya
Saat hujan harus pergi karena cahaya pelangi
Saat ruh harus dipisahkan dengan raga ini
Takkan merubah rasa cintaku kepadamu
Kita bagaikan dua tetes air yang bertemu di lautan lepas

Kasih….
Tahukah engkau?
Cinta yang tumbuh di hatiku ini
Rasa cinta yang terus mekar seiring berjalannya waktu
Rasa cinta yang akan terus ada
Sampai tuhan memisahkan raga kita

Cinta cinta cinta…
Hanya engkau cinta terakhir
Yang mengisi relung hatiku
Kuingin satu
Hanya engkau tuk selamanya



Bunda
Lenasari

Kau laksana sebuah lilin
Walaupun dirimu terbakar
Tapi… kau tetap bersinar terang
Menerangi jiwaku

Kaubagaikan malaikat dalam hidupku
Kauajarkan kubanyak hal
Kau ingatkanku disaat kulupa
Kaunasehatiku di saat kusalah

Kasih sayangmu begitu tulus
Tak terbalas oleh apapun jua
Jasamu kan kukenang selalu
Sampai akhir hayatku



Hilang Kemuliaan Mahkotaku
Reni Sundari

Di malam yang dingin
Angin berhembus kencang
Selimut menjadi tumpuan kehangatan

Aku rasakan suatu belaian tangan hangat
Menyentuh tubuhku dengan halus

Di malam itu kubuka cadarku
Kubuka helaian kain sutraku
Dan kuberikan jamuanku kepadanya

Tapi kiini semuanya sudah hilang
Menjadi butiran debu yang kotor
Tangisan dan senyuman sudah
Tidak Nampak lagi di wajah ini

Penghianatan yang kurasa
Takan terbanding
Dengan hilangnya kemuliaan mahkotaku



Kerinduan
Rina Agustina

Aku sendiri terinjak dengan kesunyian
Aku rindu dengan belaianmu
Aku rindu dengan senyumanmu
Aku rindu dengan canda tawamu

Di saat kutahu kau tak lagi di sini
Aku merasa tak ada lagi kegembiraan
Yang dulu pernah ada
Janji tinggallah janji yang bernah terucap dari
Mulut manismu

Hilang semua hilang tak terasa
Detik demi detik
Tersenyumlah saat kau mengingatku
Karena aku di sini selalu merindukanmu



Ibu….
Siti Neng Nuraisyah Yusuf

Ibu….
Kau adlah wanita yang telah melahirkanku
Merawatku membesarkanku
Dan mendidikku hingga diriku dewasa

Ibu….
Kau adalah wanita yang selalu siaga
Di saat aku dalam buaian
Di saat kaki-kaki itu belum kuat untuk berdiri
Disaat aku terbangun di waktu pagi, siang, dan malam

Ibu….
Kau adalah wanita yang penuh perhatian
Bila aku sakit, bila aku terjatuh, bila aku menangis
Dan bila aku kesepian

Ibu….
Jasamu tiada terbatas
Jasamu tiada terbeli
Jasamu tiada akhir
Jasamu akan tertulis indah d dalam surga

Ibu….
Hanya doa yang bisa kupersembahkan untukmu
Karena jasamu tiada terbalas
Hanya tangisanku sebagai saksi atas rasa cintaku



Cinta sesaat
Eel Solihat

Kaubagaikan matahari yang bersinar di siang hari
Yang selalu menyinari hatiku di saat aku termenung
Tetapi… kau juga bagaikan ombak
Yang terbawa oleh angin
Yang hanya sesaat menghampiriku

Ya Alloh…
Apakah ini nasib malangku
Dicintai oleh laki-laki
Ang hanya sesaat menemaniku

Kekasihku
Ratna Ningsih

Kekasihku…
Sungguh diriku mengagumimu
Berjuta rayu pun merayu untuk memilikimu
Wajah yang sempurna sungguh tanpa noda
Senyuman yang mempesona sungguh tiada tara

Kautempatku menuai rindu
Di pelukmu kulepaskan bebanku
Terasa surge iringi langkahku
Saat kurasa dekat denganmu

Sebagai kekasihku kupacari arah
Yang memiliki segenap lembah
Dicemaskan berbagai pertemuan dan perpisahan
Gaun yang mendorongku pergi
Dan pulang hanya hasil kupahami

Kulihat burung berparuh keemasan
Benalu penghisap getah terucapkan
Suntingan kata kupersembahkan
Hingga menyerupai wajah yang memberika kekuatan

Akankah aku mampu
Memiliki hatimu
Yang terbelenggu bayangan masa lalu
Kau adalah tempatku menuai rindu





Siapa Aku
Pipit Suherman

Tertegun dalam naungan langit
Kudengar sayup-sayup angin berbisik
Di balik rimbunnya dedaunan
Menyapa, mengajakku melangkah lebih jauh

Rasa ragu menggelutiku
Jiwa pergi mengembara
Entah kemana…?
Aku pun tak tahu

Ya Alloh…! Siapa aku...?
Aku adalah gunug dalam gulungan kekhilafanmu
Berlindung dalam doa malaikat tak bersayap
Entah sampai kapan?
Lagi-lagi aku tak tahu

Wahai sang penguasa hati
Izinkanlah kuberteduh
Merebahkan seluruh raga
Yang rindu belas kasih-Mu

Namun
Tak seorang pun tahu siapa aku
Dunia fana berselimut fatamorgana
Berjalan perlahan, lari…lari…dan terus berlari
Hingga akhirnya kuterjatuh
Langkah pun terkunci
Di hadapku arah menuju keabadian



Bunda
Rani Garsini

Engkau melahirkanku
Engkau merawatku tanpa lelah
Kasihmu mengalir seperti sungai
Sungai yang kurasa dalam hatiku

Sikapku tak terkendali
Kesalmu kau pendam dalam
Perih di hatimu
Merawatku sepanjang waktu

Kasihmu sangat berharga
Tapi-tapi kusia-siakan
Tak pikir panjang untukku
Lakukan

Hanya membantah san tidak
Mendengar kata-katamu
Sepanjang waktu yang selalu
Menyayangimu seumur hidupku



Ibu
Hesti Pratiwi

Bunga melambangkan dirimu
Putih merah dan hijau
Warna yang indah bagaikan keindahan pulau

Putihnya bunga
Melambangkan kesucianmu
Merahnya bunga
Melambangkan keberanianmu
Hijaunya daun
Melambangkan ketenangan jiwamu

Bunga
Merelakan dirinya dihisap serangga
Begitupun engkau ibu
Merelakan segalanya demi buah hatimu



Kabut Hujan
Asep Solehudin

Serentak tak terdengar
Semilir pun tak dirasa
Apa itu, terhempas jauh
Butiran buih yang menggenang

Mata mulai padam
Menghalang seakan terbatas
Asap itulah yang dipikir
Begitupun hujan yang kian
Mengalir

Lemah terasa di kulit
Dinginyang ada di balut
Keheningan menjadi makanan
Sebatang api yang dihisap




Jamila
Ida Supianti

J.A.M.I.L.A Jamila!
Sejak mengenalmu, tatapan lautmu lebih menggugah
Sejak mengenalmu, wajah bulanku lebih indah
Sejak semuanya, kau bagaikan matahari

Tapi, kaulah Jamila
Yang meremukkan hatiku
Kaulah Jamila
Yang menumpahkan api cemburu di hatiku
Kau Jamila
Yang padamkan harapan di hatiku

Aku merangkak di dinding buta
Tergolek tak berdaya
Kau menatapku dan terdiam bisu
Bersama satriamu yang gagah perkasa itu

Mungkin begini jadinya
Kau kawin, beranak dan bahagia
Sedang aku
Habis hangus di api cintamu




Sang Kumbang
Eli Isnen Pebrianti

Engkau bagaikan kumbang
Hinggap di mana saja kau mau
Sudah banyak bunga yang kau hinggapi
Tapi mengapa kau tidak pernah meraasa puas

Apakah yang kau cari?
Dan siapakah yang kau cari
Madu yang manis telah menjadi pahit
Tidakkah kau puny belas kasihan?

Sadarlah wahai sang kumbang
Kembalikanlah keceriaan bunga-bunga
Berhentilah menghisap madu
Sebelum bunga-bunga menjadi layu




Hati yang Tersakiti
Irma

Bukankah kita saling mengerti
Bukankah kita saling menyayagi
Kau buat hidupku patah arah
Kau tanamkan duri yang tajam

Di mana janji u=yang kau ucap dulu
Semua hanyalah palsu
Semua hanyalah semu

Lentera hitam telah menyelimuti hari-hariku
Qolbu tergores kebencian
Ke mana kuharus bersandar
Jiwa raga ini telah mati
Saat kau hianati


Aku
Elis Sri Rahayu

Beginilah hidupku
Tanpa ayah tanpa ibu
Betapa malang nasibku
Demikian duniaku jadi kelabu

Bercucuran air mataku
Jika aku mengenang nasibku

Tapi ini takdir tuhan Maha Tahu
Kita tak boleh menggerutu



Untuk Ibu
Engkan

Ibu, wajah berserimu itu sekarang terlihat tua
Tubuh tegarmu itu sekarang mulai melemah
Sinar mata yang tajam saat memarahiku dulu
Kini tak pernah lagi kulihat

Ibu, aku rindu marahmu
Cubit lenganku lagi sampai berwarna merah
Lakukan saja apapun yang kau mau padaku
Kau injak kepalaku pun kan kuserahkan
Dengan tersenyum

Ibu, aku bukan siapa-siapa di depanmu
Yang dulu tak pernah bisa kemana-mana
Tanpa meringkuk di gendongmu
Sekarang masih seperti sekarang bu
Aku hanya seonggok daging kecil
Yang tak pernah bisa bernafas tanpa kasihmu

Ibu, sudah berapa kali aku melukaimu
Pasti sudah hilang catatanmu?
Sedangkan aku masih punya catatan-catatan
Bodohku
Yang merasa lelah kau kecewakan

Ibu berapa lembar kain yang pernah kaubeli
Tak banyak kan?
Tapi mengapa kau tak pernah memintanya?

Ibu aku takut kau tinggalkankku
Aku sangat membutuhkan teguranmu
Aku ingin melihatmu setiap hari






Anugrah Terindah
Hardiansyah

Tawamu adalah senyumku
Sedihmu adalah tangisku
Dukamu adalah deritaku

Betapa mulianya dirimu di hatiku
Betapa indah dirimu di mataku
Betapa sempurnanya dirimu di hadapanmu

Senyum manismu terurai dari bibir indahmu
Tatap matamu pancarkan cinta yang menggoda
Liuk tubuhmu rayu aku tuk coba dekati dirimu
Merdu suaramu debarkan jantung di dadaku

Semakin kuperhatikan dirimu semakin aku yakin dirimu sempurna
Dari hati tersirat naluri dan hasrat ingin memilikimu
Tapi jiwa tak mampu berkata tuk ungkapkan semua
Kau membuat hatiku bahagia saat kau ada di sisiku





Takkan tergantikan
Ires Pratini

Pernahkah kau tahu
Tentang semua ini
Jalan hidup yang berliku
Kan kuarungi

Tak peduli badaikan menerpa diriku
Kukan selalu bersamamu
Hingga akhir waktu
Mimpi yang selama ini ada di benakku

Takkan pernah kulepaskan
Walau aku harus menangis
Kau takkan tergantikan
Sampai kukan mati nanti




Bayang Semu
Sari Wahyuni

Lelaki yang mengunjungiku seolah memendam rasa malu
Ia hanya menemuiku di gelapnya malam
Sadarkah engkau?
Bahwa kaulaksana matahari
Dan yang lainnya hanyalah laksana bintang-bintang
Ketika engkau terbit, maka yang lainnya seolah tenggelam
Tapi kenapa hadirmu bagaikan pelangi yang menawarkan
Berjuta pesona
Namun, begitu cepat hilang dari pandangan mata
Namun aku sadar, aku bukanlah mereka
Aku hanyalah manusia biasa, yang jangankan mengenal bahagia
Memikirkan masa depan pun, aku masih meraba-raba