Firman Alloh

Minggu, 01 Januari 2012

Sejarah Psikologi


Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasiikan laboratoriumnya tahun 1879 – yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu – pandangan tentang manusia dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelekstual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.

Berdasarkan pandangan tersebut, bagian Sejarah Psikologi ini akan dibagi ke dalam beberapa periode dengan berbagai tokohnya.

Psikologi sebagai bagian dari filsafat

Pendekatan dan orientasi filsafat masa Yunani yang terarah pada eksplorasi alam, empirical observations, ditandai dengan kemajuan di bidang astronomi dan matematika, meletakkan dasar ciri natural science pada psikologi, yaitu objective, experimentation and observation, the real activity of living organism. Pertanyaan utama yang selalu berulang :
Why do we behave as we do?
Why are we able to generate reasonable explanation of some actions but not of others?
Why do we have moods?
Why do we seem to know what we know?

Efforts to find ‘the cause’.
Comte: causal explanation adalah indikator untuk perkembangan tahap intelektual bagi peradaban manusiaMasa Pra Yunani Kuno : tahap intelektual masih primitif
yaitu theological/animism : atribusi ‘the cause’ pada dewa-dewa atau spiritual power. Contoh : Mesir

Manusia adalah pihak yang lemah. Perilaku ditentukan oleh kekuatan para spirit, maka tugas utama manusia adalah menjaga hubungan baik dengan mereka dengan cara menjunjung tinggi otoritas para spirit.

Kejayaan masa Yunani ditandai oleh pemikiran dari tiga filsuf besar: Socrates, Plato, Aristoteles; walau masih dipengaruhi pemikiran-pemikiran masa sebelumnya (masa Yunani Kuno).

Masa Yunani Kuno (Cosmological Period)

Adalah masa transisi dari pola pikir animisime ke awal dari natural science.
Penentu aktivitas manusia adalah alam atau lingkungan. Pada masa ini perilaku manusia berusaha diterangkan melalui prinsip-prinsip alam atau prinsip yang dianalogikan dengan gejala alam.

Ada 5 orientasi : naturalistic, biological, mathematical, eclectic, dan humanistic.

1. Naturalistic :

adanya elemen dasar bagi penentu kehidupan. Contoh : Thales (air), Anaximenes (udara).
Ide ttg permanence vs change dari zat yang dianalogikan kepada aktivitias manusia, menimbulkan ide ttg jiwa
Pola pikir deduktif : generalisasi gejala alam pada perilaku manusia
2. Biologic :
Mengangkat posisi manusia di atas gejala alam yang lain, memisahkan proses-proses pada manusia dari proses-proses yang ada pada mahluk lain di alam.
Proses-proses fisiologis primer untuk menjelaskan perilaku manusia
Tokoh : Hippocrates, Alcmeon, Empedocles.
3. Mathematical :
Pendekatan yang melangkah lebih jauh dari dasar dunia fisik, mengarahkan pada hal-hal yang logis tapi abstrak, merupakan bekal bagi kekuatan reason.
4. Eclectic :
Menentang ide adanya suatu prinsip dasar dan ‘kebenaran umum’. Idenya sangat mendasar berbeda dari orientasi lainnya.
Menekankan pada informasi sensoris, sangat operasional dan praktis
Sikap ilmuwan harus skeptik
Tokoh : The sophists- universal lecturers
5. Humanistic :
Fokus : rationality & intentionality. Ratio adalah penentu kehidupan manusia beserta segala konsekuensinya. Tokoh utama : Socrates.
Tokoh penerus Socrates : Plato & Aristoteles
Ketiga tokoh tersebut : search for framework of human knowledge. Peletak dasar bagi kerangka pikir tipikal barat : rational, logic, objective.
Disebarluaskan oleh Alexander Agung (murid Aristoteles) melalui ekspansi militer.

Masa Renaisans

Konteks sosial dan intelektual
• Masa Rennaisance
Masa ini merupakan merupakan reaksi terhadap masa sebelumnya, dimana pengetahuan bersifat doktrinal di bawah pengaruh gereja dan lebih didasarkan pada iman. Reaksi ini sedemikian kuat sehingga dapat dikatakan peran nalar menggantikan peran iman, ilmu pengetahuan menggantikan tempat agama dan iman di masyarakat. Semangat pencerahan semakin tampak nyata dalam perkembangan science dan filsafat melalui menguatnya peran nalar (reason) dalam segala bidang, dikenal sebagai the age of reason. Akal budi manusia dinilai sangat tinggi dan digunakan untuk membentuk pengetahuan.
Masa Rennaissance ditandai dengan bergesernya fokus pemahaman dari God-centeredness menjadi human-centerednes, dikenal dengan istilah sekularisasi atau humanity. Tulisan-tulisan filsuf terkenal seperti Plato, Aristoteles dan lain-lain dikaji untuk melihat bagaimana pola pikir penulisnya dan konteks histories waktu tulisan itu dibuat. Maka yang dicari adalah human truth dan bukan God truth. Kesimpulan akhirnya adalah penerimaan bahwa kebenaran memiliki lebih dari satu perspektif.
Masa Renaissance diikuti oleh masa reformasi dari Luther dalam agama Kristen, yang memiliki dua arti penting. Pertama, reformasi Luther semakin melemahkan pengaruh gereja dan mendukung kemandirian manusia dalam mengelola imannya kepada Tuhan. Kedua dengan peperangan yang ditimbulkan reformasi, terungkap pula sisi negative dari kemanusiaan seperti penindasan, penderitaan, dan rasa tidak berdaya manusia.
• Masa Revolusi Ilmiah
Ada beberapa pandangan penting tentang manusia pada masa ini :
Pola pikir yang lebih mekanistik dalam memandang alam dan manusia. Itu berarti alam memiliki sistem, dapat diramalkan, dan tidak tunduk pada hukum-hukum spritual belaka. Manusia juga memiliki reason, kemampuan untuk berpikir logis dan dengan demikian tidak tunduk total kepada hukum spiritual dan kesetiaan semata.
Penganjur :
o Teori Newton tentang gravitasi
o Heliosentris Copernicus (bertentangan dg Galileo)
o Mind-body solution dari Descartes
Nature philosophy : alam diatur menurut hukum yang pasti, empirik dan dapat dibuktikan lewat eksperimen. Memahami alam harus diikuti sikap mental pengujian fakta obyektif dan eksperimental.

Implikasinya adalah munculnya diskusi tentang. ‘knowledge’ yang menyebabkan perkembangan ilmu dan metode ilmiah yang maju dengan pesat. Penekanan pada fakta-fakta yang nyata daripada pemikiran yang abstrak. Ilmu-ilmu eksakta yang menggunakan pendekatan empiri menjadi semakin dominan, sesuatu yang sampai sekarang juga masih dapat dirasakan pengaruhnya. Pada masa ini ilmu fisikalah yang dikenal sebagai ‘the queen of science’, dengan munculnya fisikawan besar seperti Newton.

2. Pengaruh pada psikologi: (klik pada tab untuk melihat isinya)

2. A. Sebagai bagian dari ilmu filsafat
pemikiran tentang manusia mau tidak mau ikut terpengaruh, meskipun demikian psikologi belum siap menjadi ilmu yang empiris karena diskusi tentang aktivitas manusia belum tuntas : apa yang menjadi obyek studi psikologi ? Oleh karena itu diskusi di masa ini terfokus pada hubungan soul-body dan bagaimana pengaruhnya dalam aktivitas manusia. Pandangan dua tokoh utama :

Rene Descartes (1596-1650)
• Menekankan pada pentingnya self-awareness terhadap pengalaman kita, cogito ergo sum. Descartes menjadi filsuf pertama yang menekankan kekuatan faktor internal manusia sebagai satu-satunya kekuatan yang dapat dipercaya, dibandingkan dengan faktor eksternal. Ide-ide spritual, pemahaman tentang dimenasi waktu dan ruang, semua bersumber dari kekuatan internal, berbeda dari tradisi berpikir filsuf sebelumnya yang menganggap pemikiran ini berasal dari lingkungan eksternal.

• Ide tentang soul-body melahirkan Cartesian dualism yang sangat populer dan digunakan oleh para filsuf lainnya juga :
o Soul (dinyatakan dalam mind): sebuah entity yang berbeda dan terpisah dari body, lebih mudah dipahami oleh manusia karena ada proses self reflection/self awareness yang diasumsikan inherent pada manusia.
o Body : entity fisik pada manusia yang tunduk pada prinsip mekanisme fisiologis, sama seperti yang terjadi pada hewan. Namun pada manusia, aktivitas fisik tunduk pada perintah mind.
• Dengan demikian faktor mind-lah (kemampuan untuk self-reflection) yang membedakan manusia dari binatang dan menjadikannya makhluk yang secara intelektual lebih unggul.
Hubungan antara mind-body bersifat psychophysical yang berpusat pada kelenjar pineal. Proses badaniah dipelajari dalam bidang fisiologis dan aspek mind dipelajari oleh psikologi. Descartes menjadi filsuf modern pertama yang mendefiniskan obyek studi psikologi sebagai mind.

Gottfried Wilhelm von Leibnitz (1646 – 1716).
• Berasal dari Jerman. Tradisi filsafat Jerman sifatnya memandang proses mental secara lebih aktif. Body and soul tidak dipandang sebagai dualism, tetapi lebih dipandang sebagai aspek yang integratif dari aktivitas manusia. Mind memiliki unsur inherent yang dinamis, yang memungkinkannya berperan aktif terhadap lingkungan.
• Pandangan yang lebih aktif ini tidak lepas dari konteks politis Jerman pada masa itu yang lebih bergejolak dibandingkan Inggris, dimana masih terjadi konflik antar agama yang disertai juga dengan konflik regional (Perang 30 tahun).
• Leibnitz : “ Nothing is in the intellect that has not been in the senses, except the intellect itself”. Mind memiliki prinsip dan kategorinnya sendiri yang sifatnya innate dan esensial untuk pemahaman. Idea sifatnya innate, maka proses berpikir adalah proses yang terjadi tanpa henti , ada dimensi sadar dan tidak sadarnya.
• Konsep monad sebagai energi pendorong pada setiap makhluk. Yang juga akan menentukan keunikan individu. Pada manusia, monad ini adalah mind.

2. B. Usaha untuk menjadikan pengetahuan mengenai manusia menjadi empiris:
menguatkan warna ‘natural science’ dari studi mengenai manusia. Pandangan seperti ini dipegang oleh aliran empiricism.
Pandangan utamanya :
• Pengetahuan berasal dari pengalaman. Tidak mengakui adanya pengetahuan yang sifatnya bawaan. Diwakili oleh pandangan Locke tentang tabula rasa – manusia lahir bersih seperti tabula rasa dan pembentukannya tergantung banyaknya isi tabula rasa tsb.
• Pengalaman bersumber pada pengolahan manusia, mulai dari pengolahan yang sederhana seperti sensasi (Locke), persepsi sebagai satu-satunya proses pengolahan (Berkeley) hingga yang lebih kompleks dan mendalam seperti refleksi.
• Pengetahuan yang diperoleh dari pengolahan sederhana juga lebih sederhana namun lebih obyektif daripada pengetahuan yang diperoleh melalui proses mendalam. Penyebabnya adalah semakin sederhana, semakin sedikit melibatkan unsur subyektifitas manusia.
• Mulai memikirkan tentang hukum-hukum asosiasi, misalnya contiguity dan similarity (Locke,Berkeley, Hume) dan cause-effect (Hume).
• Mind diakui keberadaannya namun berbeda dari satu orang ke orang lain, karena isinya ditentukan oleh pengalaman org tsb.
• Perbedaan intensitas dalam obyektifitas, mulai dari pandangan yang hanya mengakui keberadaan dunia riil (Locke) hingga yang lebih subyektif (Berkeley dengan pandangan Tuhan sebagai sumber data dan Hume dengan penekanan pada manusia).
• Sumbangan utama pada psikologi : pengakuan adanya natural world and realistic world sehingga pengujian empiris menjadi penting, pengakuan pentingnya unsur pengalaman/lingkungan.

Tokoh-tokoh
Warna rasional dan empiris sangat kuat mewarnai pemikiran tokoh-tokoh empiris:

Thomas Hobbes (1588 – 1679)
• Filsuf ini berasal dari Inggris. Pada masanya Inggris sedang mengalami titik puncak di bidang politik dan ekonomi, muncul sebagai kekuatan nasionalis dominan di Eropa dan menguasai dunia dengan kolonisasinya. Oleh karena itu pemikiran tentang politik berkembang subur di Inggris.
• Seorang empiris sejati, menyatakan bahwa segala yang eksis dapat diamati, konsep matter and motion.
• Mind membentuk knowledge melalui asosiasi.. Sensasi yang dirasakan melalui pengalaman manusia diasosiasikan dan membentuk pengetahuan.

John Locke (1632-1704).
• Berasal dari negara dan konteks sosial yg sama dengan Hobbes. Juga seorang empiris yang cukup berpengaruh pada jamannya. Sebagai seorang filsuf ia juga terlibat secara aktif dalam politik.
• Hubungan soul-body : There is nothing in the mind that was not first in the senses. Faktor eksternal lebih kuat daripada faktor internal. Dikuatkan pula dengan teori tabula rasanya.
• Sensasi-self reflection-ideas. Meskipun pada awalnya mind dikembangkan melalui unsur badaniah, namun kualitas mind penting bagi Locke. Dua mekanisme mental yang penting : asosiasi dan self-reflection.

George Berkeley (1685 – 1753).
• Mengkritik tajam Locke, memiliki pandangan yang bertentangan dengan Locke. Seolah-olah realitas muncul dari konteks badaniah. Menurut Berkeley realitas muncul dari persepsi kita yang didorong oleh prinsip asosiasi. Jadi mind mendominasi body (seperti Descartes).


C. Asosiasionisme:

• Merupkan aliran yang berkembang dari empirism. Sumber pengetahuan masih sekitar ide dan sensasi (James Mill).
• Para ahli di bidang ini menekankan pada prinsip asosiasi sebagai mekanisme untuk mendapatkan pengalaman. Jadi isi dari mind adalah pengalaman yang didapatkan melalui proses asosiasi terhadap rangsang lingkungan. Pemikiran tentang asosiasi ini terutama berkembang di Inggris dan awal bagi penekanan pada belajar dan memori.
• Penjelasan asosiasi berfokus pada penemuan hukum-hukum asosiasi, seperti law of contiguity-informasi yang muncul bersamaan secara saling sambung menyambung akan diasosiasikan menjadi satu pengetahuan (Hartley, James Mill), law of similarity- informasi yang sama akan dikaitkan, law of intensity-adanya kombinasi dari elemen dasar yang membentuk sesuatu yang berbeda dari masing=masing elemennya (John S. Mills) . Pada intinya, penginderaan dan feelings dapat membentuk satu keterkaitan dan masuk bersama ke dalam mind sebagai satu pengetahuan, sehingga apabila salah satu muncul yang lain akan ikut dimunculkan (Bain)
• Inisiatif untuk menjelaskan proses asosiasi melalui proses fisiologis, penggambaran proses neurologis otak dan refleks syaraf, menjadi pelopor untuk physiological psychology (cth. Hartley, Bain).
Usaha Menerangkan Psikologi secara Ilmiah Semu.
Abad ke-19


PSIKOLOGI SEBAGAI ILMU MANDIRI


Konteks sosial dan intelektual

• Pada akhir abad 19, dengan perkembangan natural science dan metode ilmiah secara mapan sebagaimana diuraikan di bagian sebelumnya, konteks intelektual Eropa sudah ‘siap’ untuk menerima psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan formal.
• Tanah kelahiran psikologi adalah Jerman. Oleh karenanya munculnya psikologi tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial Jerman dan orientasi intelektual Wilhelm Wundt, orang pertama yang memproklamirkan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu.

1. Konteks sosial Jerman
• Konteks ilmiah Jerman pada abad 19 ditandai dengan mulai berdirinya institusi universitas dengan misinya untuk membentuk manusia berkualitas (berbudaya dan memiliki integritas) dan penyedia tenaga kerja yang professional.
• Ilmu psikologi didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang menyumbang pada pembentukan Bildungsburger, culturally educated citizens. Maka psikologi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kualitas manusia ideal Jerman. Sebagai sebuah ilmu yang hubungannya paling dekat dan paling langsung dengan manusia, psikologi berada di antara dua kepentingan : hubungannya dengan ilmu-ilmu yang kongkrit dan aplikatif dan hubungannya dengan ilmu-ilmu kemanusiaan seperti filasafat, teologi.
• Wundt sendiri menganggap psikologi sebagai bagian dari filsafat. Namun dengan berkembangnya karir pribadinya, ia mulai menentukan batas-batas yang dapat dilakukan psi. sebagai sebuah ilmu alam, khususnya psikologi eksperimen. Dasar berpikir Wundt tentang psikologi menunjukkan bagaimana posisi psikologi dalam dua kepentingan itu sendiri. Baginya kesadaran manusia (consciousness) terdiri dari elemen-elemen. Namun elemen ini tergabung dalam kesatuan yang lebih besar melalui human will.

2. Riwayat dan pemikiran Wundt.
Wilhelm Wundt (1832-1920) dilahirkan di Neckarau, Baden, Jerman, dari keluarga intelektual. Ia menamatkan studi kesarjanaannya dan memperoleh gelar doktor di bidang kedokteran dan tertarik pada riset-riset fisiologis. Ia melakukan penelitian di bidang psikofisik bersama-sama dengan Johannes Mueller an Hermann von Helmholtz. Karya utamanya pada masa-masa ini adalah Grundzuege der Physiologischen Psychologie (Principles of physiological psychology) pada tahun 1873-1874.
Wundt memperoleh posisi sebagai professor dan mengajar di Universitas Leipzig dimana ia mendirikan Psychological Institute. Laboratorium psikologi didirikan pada tahun 1879, menandai berdirinya psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu ilmiah. Di awal berdirinya laboratorium ini, Wundt membiayainya dari kantongnya sendiri sebagai sebuah usaha privat. Setelah tahun 1885, lab ini baru diakui oleh universitas dan secara resmi didanai oleh universitas. Laboratorium ini berkembang dengan pesat sebelum akhirnya gedungnya hancur dalam PD2.
Selama di Leipzing, Wundt adalah seorang pengajar yang sangat produktif, membimbing 200 mahasiswa disertasi, mengajar lebih dari 24.000 mahasisiwa, serta menulis secara teratur.Pada tahun 1900 ia memulai karya besarnya, Voelkerpsychologie, yang baru diakhirinya pada tahun 1920, tahun dimana ia wafat. Karya ini berisi pemikirannya tentang sisi lain dari psikologi, yaitu mempelajari individu dalam society, tidak hanya inidvidu dalam laboratorium. Karya ini dapat dikatakan sebagai jejak pertama Psikologi Sosial.
Pemikiran Wundt terbagi atas beberapa point penting:
• Adanya ‘an alliance between two science’, yaitu fisiologi dan psikologi. Fisiologi adalah ilmu yang menginformasikan fenomena kehidupan sebagaimana yang kita persepsikan melalui penginderaan eksternal sedangkan psikologi adlaah yang memungkinkan manusia melihat ke dalam dirinya dari sisi internal dirinya sendiri. Terkait dengan ikatan kedua cabang ilmu ini, ada beberapa pemikiran penting:
o Secara metodologi aliansi ini berarti apparatus dan teknik pengukuran yang ada di bidang fisiologi diaplikasikan kepada bidang psikologis, misalnya dengan waktu reaksi. Berdasarkan hal inilah, Wundt menamakan cabang ilmu baru yang ditemukannya ini sebagai psikologi eksperimental. Bagi Wundt metode eksperimen lebih ‘layak’ digunakan untk eksplorasi mind daripada yang biasa digunakan, yaitu ‘introspection’. Sebenarnya secara tradisional, Wundt bergantung pada observasi introspektiv dari alam sekitar dan dunia, dimana dipisahkan antara usaha untuk mengidentifikasi elemen-elemn mental dan mengidentifikasi proses mental yang mengintegrasikan elemen-elemen tersebut ke dalam pengalaman atau obyek yang koheren.
o Dengan aliansi ini psikologi menjadi lebih terbantu untuk menghadapi tantangan dunia natural science. Ilmu psikologi yang secara tradisional mempelajari soul (jiwa), kini mendapat justifikasinya selama elemen soul tsb di jabarkan ke dalam elemen fisiologis terkecil, misalnya susunan system syaraf. Maka dimungkinkan juga terjadinya reduksionism operasi mental ke dalam operasi neurologis.
o Melalui aliansi dengan ilmu yang lebih mapan kedudukannya seperti ilmu fisiologis, psikologi lebih mudah diterima dalam khasanah ilmu pengetahuan sebagai sebuah ilmu yang mandiri
• Pandangan tentang psikologi sebagai ilmu dan metodenya.
• Pemahaman Wundt tentang psikologi relatif konstan, yaitu “..as the study of the mind and the search for the laws that govern it..” (Leahey, 2000 : 253). Namun demikian, pandangannya mengenai metode paling tepat untuk menggali mind dan ruang lingkup mind itu sendiri berubah sejalan dengan perkembangan kematangan intelektualitasnya.
Pada awalnya, Wundt menggolongkan bahwa mind mencakup proses-proses ketidaksadaran / unconciousness (sebagai karakteristik dari soul). Metode eksperimen adalah jalan untuk membawa penelitian tentang mind dari level kesadaran (consciousness) kepada proses-proses yang tidak sadar. Dengan kata lain, metode eksperimen adalah cara untuk membawa mind ke dalam batas-batas ruang lingkup natural science yang obyektif dan empiris.
Dalam perkembangannya, Wundt mengakui bahwa metode eksperimental dalam psikologi fisiologi sangat kuat untuk menggali elemen-elemen soul yang mendasar (misalnya persepsi, emosi, dll). Namun di atas fenomena-fenomena mendasar ini masih ada proses-proses mental yang lebih tinggi (higher mental process) yang mengintegrasikan fenomena dasar tsb. Higher mental process ini muncul dalam bentuk kreativitas mental dan menjadi kekuatan sebuah peradaban dan bersifat abadi, yaitu : bahasa, mitos, custom, budaya. Pada tahap ini Wundt membatasi fungsi soul hanya pada tahap kesadaran. Proses-proses ketidaksadaran tidak lagi menjadi fokus dari ‘study of the mind’.
Research Method for Psychology, adalah fokus pemikiran Wundt selanjutnya. Idenya tentang metode juga berkembang sejalan dengan kematangan proses intelektualnya.
Metode yang pertama kali dianjurkan Wundt sebagai strategi ilmiah untuk eksplorasi psikologis adalah eksperimental self-observation/introspection, pengembangan dari metode perenungan (armchair subjective introspection) yang sering dipakai dalam filsafat. Metode ini dilakukan oleh Wundt dg cara sangat terkontrol sehinga dapat direplikasi. Metode ini dilakukan di bawah pengawasan ketat dari seorang eksperimenter yang terlatih. Subyek dimasukkan ke dalam situasi lab yang terkontrol dan diminta melaporkan secara sistematis pengalaman yang dihasilkan dari situasi tersebut. Eksperimenter mencatat hasil ini secara mendetil.
Metode eksperimental introspection di atas sangat diutamakan oleh Wundt dalam penelitian-penelitiannya pada masa ia memahami mind sbagai studi yang mencakup unconsciousness. Metode ini dianggap lebih unggul daripada introspeksi yang tradisional (armchair introspection) karena lebih mampu menjangkau tahap unconsciousness daripada yang terakhir.Selain eksperimental introspection, Wundt menemukan metode lain, yaitu comparative-psychological dan historical-psychological. Metode eksperimental introspection hanya bermanfaat pada subyek dewasa yang normal. Untuk anak-anak, binatang, dan individu dengan gangguan kejiwaaan dilakukan comparative-psychological guna melihat perbedaan mental mereka. Sedangkan historical-psychological adalah metode untuk melihat perbedaan mental individu dari ras dan kebangsaan yang berbeda. Sebagai seorang yang dipengaruhi pemikiran Darwin, Wundt percaya bahwa perkembangan psikologis individu dapat dipelajari dengan cara melihat sejarah perkembangan manusia itu sendiri. Pada saat pandangan Wundt tentang mind terfokus pada level kesadaran, metode introspection mulai dibatasi penggunaannya, dan Wundt beralih pada metode eksperimen laboratorium modern, dimana yang dipentingkan adalah kemungkinan duplikasi yang eksak.
Fokus studi Wundt dapat dilihat melalui dua karya besarnya, Principles of Physiological Psychology dan Voelkerpsychologie.
Principles of Physiological Psychology, dalam karyanya ini Wundt memfokuskan pada hasil-hasil eksperimennya tentang ingatan, emosi, dan abnormalitas kesadaran.
Hasil eksperimen tentang ingatan akan simple ideas menghasilkan jumlah ide sederhana yang dapat disimpan dalam ingatan manusia (mind), fakta bahwa ide yang bermakna akan lebih diingat daripada yang muncul secara random, serta karakteristik dari kesadaran manusia yang bersifat selektif. Konsep penting yang muncul adalah apperception, suatu bentuk operasi mental yang mensintesakan elemen mental menjadi satu kesatuan utuh, juga berpengaruh dalam proses mental tinggi seperti analisis dan judgement. Studi Wundt tentang emosi dan feelings menghasilkan pembagian kutub-kutub emosi ke dalam tiga dimensi :
o Pleasant vs unpleasant
o High vs low arousal
o Concentrated vs relaxed attention
Teori ini dikenal sebagai the three dimensional theory namun bersifat kontroversial.Ide tentang abnormalitas kesadaran dari Wundt dibangun melalui diskusi-disksui dengan para psikiater terkenal masa itu, Kretschmer dan Kraepelin. Ide Wundt tentang schizoprenic adalah hilangnya kontrol appersepsi dan kontrol dalam proses atensi. Akibatnya proses berpikir hanya bersifat rangkaian asosiasi ide yang tidak terkontrol.
Voelkerpsychologie, adalah karyanya yang berfokus pada metode historical psychological. Mind individu adalah hasil dari sebuah perkembangan species yang panjang. Maka usaha untuk memahami perkembangan mind harus dilakukan dengan cara menjajagi perkembangan sejarah peradaban manusia. Sejarah adalah cara untuk sampai pada psikologi manusia secara intuitif.
Dalam eksplorasi sejarah perkembangan ini, Wundt sampai pada kajian yang detil dan sistematis tentang perkembangan bahasa manusia. Hasil kajian ini dianggap sebagai prestasi besar dalam dunia psikologi dan meletakkan dasar bagi bidang psikolinguistik. Wundt memandang bahasa dalam dua seginya, dari aspek linguistik dan aspek kognitif. Bahasa menggambarkan bagaiamana proses kognitif berjalan dan menggambarkan juga tingkat abstraksi individu.
Jasa utama Wundt dalam bidang psikologi adalah usahanya untuk memperjuangkan diterimanya psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri. Ide-ide Wundt sendiri tidak bertahan lama dan bahkan murid-muridnya tidak banyak mempopulerkan pemikirannya. Dalam konteks perkembangan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu,Wundt lebih tepat dianggap sebagai seorang figur transisi yang menjembatani aspek filosofis dari psikologi di masa lalu dengan ciri terapan dan natural science dari psikologi di masa depan. Para murid Wundt juga lebih tertarik untuk mengembangkan psikologi ke dua arah tsb : natural science dan applied science.

3. Strukturalisme: E.B. Titchener

E.B. Titchener adalah salah satu murid Wundt yang dianggap paling mendukung pandangan Wundt, meskipun sebenarnya banyak pandangan Wundt yang ditentangnya, dan akhirnya dia mengembangkan alirannya sendiri, structural psychology.
Titchener berkebangsaan Inggris. Ia belajar di Oxford dalam bidang filsafat sebelumnya beralih ke fisiologi. Berdasarkan pengalamannya menterjemahkan buku Wundt ke dalam bahasa Inggris, Titchener tertarik pada ajaran Wundt dan pindah ke Leipzig untuk menjadi murid Wundt. Setelah menempuh pendidikan di bawah Wundt dan sempat mengajar sebentar di Inggris, Wundt pindah ke Amerika, mengajar di Cornell University hingga akhir hayatnya di tahun 1927. Selama masa tinggalnya di Amerika ini structural psychology yang dijalaninya menemukan tantangan pada aliran Psikologi lainnya yang khas Amerika, seperti fungsionalisme dan behaviorisme. Namun Titchener tidak terpengaruh kepada dua aliran besar tsb dan tetap berpegang pada strukturalisme hingga akhir hayatnya.
Aliran strukturalisme mendasarkan diri pada konsep utama Titchener, yaitu sensation. Konsep utama ini membawanya kepada pertentangan dengan Wundt dan konsep apperceptionnya. Berbeda dengan apperception yang merupakan hasil kesimpulan, sehingga masih memungkinkan subyektivitas, sensation adalah hasil pengalaman langsung, sehingga lebih obyektif. Lagipula proses atensi yang menjadi fungsi apperception selalu dapat dikembalikan kepda sensasi menurut Titchener

Tiga pemikiran utama strukturalisme Titchener:

• Identifikasi elemen sensation yang mendasar. Semua proses mental yang kompleks dapat direduksi ke dalam elemen mendasar ini. Sebagai contoh, Titchener menemukan 30.500 elemen visual, empat elemen pengecap, dsb. Titchener menggunakan metode experimental introspection untuk menggali elemen sensasi dasar ini, metode yang dipelajarinya dari Wundt. Namun di tangan Titchener, metode ini lebih elaboratif, karena sifatnya tidak hanya deskriptif tetapi juga analisis yang retrospektif.
• Identifikasi bagaimana elemen dasar sensasi ini saling berhubungan untuk membentuk persepsi, ide dan image yang kompleks. Hubungan ini bersifat dinamis dan selalu berubah sesuai dengan berubahnya elemen dasar, jadi bukan proses asosiasi.
• Menjelaskan bekerjanya mind. Titchener tidak setuju bahwa mind dijelaskan melalui proses psikologis (higher mental process) seperti yang dilakukan Wundt. Mind harus dijelaskan berdasarkan proses fisiologis, yaitu aktivitas sistem syaraf. Karena proses fisiologis lebih observable daripada proses psikologis.
Aliran strukturalisme tidak berkembang menjadi aliran yang besar. Aliran ini menghilang bersamaan dengan wafatnya Titchener.

Ada masanya juga psikologi dicoba untuk dijelaskan melalui beberapa ilmu yang berkembang tanpa metode yang betul-betul ilmiah. Ilmu –ilmu ini dikenal sebagai ilmu semu, seperti phrenologi, phisiognomi, dan mesmerisme. Gejala yang sampai sekarang terasa pada munculnya ‘parapsikologi’.

Memasuki abad ke-20, psikologi berkembang dalam berbagai school of thought. Kalau Wundt meletakkan dasar bagi psikologi dengan pandangan strukturalisme, maka selanjutnya berbagai aliran utama yang muncul adalah sebagai berikut.
• Fungsionalisme
• Behaviorisme
• Psikoanalisa
• Psikologi Gestalt
• Psikologi Humanistik

Melalui pemahaman sejarah psikologi ini, diharapkan akan muncul pemahaman yang lebih utuh tentang apa itu psikologi.

Sumber kepustakaan dalam semua tulisan dalam modul ini adalah:
Brennan, J.F. (1991). History and Systems of Psychology. New Jersey : Prentice Hall Inc.
Lundin, (1991). Theories and Systems of Psychology. 4 rd Ed. Toronto: D.C. Heath and Company.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar