Firman Alloh

Sabtu, 01 September 2012

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAME TURNAMENT DALAM MENIGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI KELAS KATA


PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAME TURNAMENT
DALAM MENIGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI KELAS KATA

oleh

Deden Ahmad Supendi

Abstrak

Morfologi merupakan salah pokok bahasan mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah kejuruan (SMK). Salah satu pokok dalam pembelajaran morfologi tersebut adalah pembelajaran kelas kata atau kategori kata. Kelas kata yang diajarkan di SMK umumnya hanya empat kelas kata saja, yakni verba, adjektiva, nomina, dan kata tugas. Agar siswa lebih memahami kelas kata, siswa dibekali dengan sejumlah pengetahuan tentang kelas kata. Pengetahuan tersebut akan memabantu siswa dalam memahami kelas kata dalam bahasa Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament (TGT). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan yang ditunjukan para siswa dalam memahami kelas kata bahasa Indonesia. Peningkatan itu dapat dilihat dari semakin berkurangnya kesalahan dalam menentukan kelas kata yang dilakukan siswa. Peningkatan kemampuan ini dapat terjadi setelah guru menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament (TGT). Metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament (TGT) berdampak pada keefektifan proses belajar dan peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini dimungkinkan karena siswa mengikuti proses pembelajaran dengan penuh antusias.

Kata Kunci           : Morfologi, pembelajaran kooperatif, Team Game Turnament, kelas kata, perilaku sintaksis, guru, siswa.




Pendahuluan

Bahasa Indonesia mengenal pengelompokan kosa kata dalam bentuk kelas kata. Dalam tata bahasa Indonesia banyak ahli berpendapat mengenai jumlah dan jenis kelas kata. Kelas kata terdiri dari seperangkat kategori morfologis yang tersusun dalam kerangka sistem tertentu yang berbeda dan sistem kategori morfologis kelas kata lain.
Dalam deskripsi ilmu bahasa kelas kata menempati posisi penting sejak ilmu bahasa mulai dikembangkan orang. Bahkan menurut Kridalaksana (2008: 1) dalam salah satu karya paling tua yang dianggap peletak dasar sistem kelas kata, yaitu Aristoteles Peri Hermeneias (abad ke 4 SM), kelas kata menjadi pokok pembahasan tentang bahasa. Selaras dengan yang diungkapkan oleh kridalaksana, Keraf (1984: 62) menyatakan bahwa hampir semua tatabahasa sekarang menggunakan pembagian jenis kata menurut Aristoteles. Walaupun pada dasarnya Aristoteles hanya membagi ke dalam 8 jenis kata.
Tampaknya pembagian jenis kata yang dikemukakan oleh Aristoteles menjadi dasar yang tak dapat diubah lagi karena sudah mencapai titik kesempurnaan. Tetapi pembagian tersebut memiliki kelemahan di antaranya bertolak dari kaidah-kaidah filsafat, sedangkan bahasa tidak selamanya harus diperlakukan dengan dasar-daras filsafat. Walaupun demikian tidak ada salahnya kita mengikuti dahulu cara pembagian menurut Aristoteles (tradisional) untuk memahami dasar-dasar yang digunakan untuk mengadakan pembagian kelas kata ini, menunjukkan kekurangan-kekurangan pembagian menurut tatabahasa tradisional, kemudian kita berusaha member suatu pembagian lain. 
Kelas kata merupakan aspek bahasa yang selalu dijadikan objek penelitian oleh para ahli bahasa dari Indonesia bahkan dari luar negeri. Kata tidak hanya dikelompokkan berdasarkan ahli bahasanya, juga berdasarkan zamannya. Penelitian dan pandangan mengenai kelas kata menjadi titik awal terjadinya pengelompokkan oleh para ahli di zamannya. Hal ini menarik untuk diteliti karena perbedaan pandangan para ahli bahasa mengenai jumlah dan jenis kelas kata. Bahkan Ramlan menyebut kelas kata dengan pengelompokkan kata.
Masalah kelas kata ini juga tidak hanya terletak pada hal yang telah diungkapkan di atas. Proses morfologis juga memengaruhi kelas kata tersebut. Karena kelas kata terdiri dari seperangkat kategori morfologis yang tersusun dalam kerangka sistem tertentu yang berbeda dan sistem kategori morfologis kelas kata lain. Nampaknya jelas, apabila peneliti ingin mengkaji teori kelas kata maka acuannya yang paling mendasar yaitu morfologi. Menurut Arifin dan Junaiyah (2009: 2) morfologi adalah ilmu bahasa tentang seluk beluk kata (struktur kata).

Pembagian kelas kata dalam bahasa indonesia
Pengkajian mengenai pembagian kelas kata secara tradisional telah menjadi acuan bagi pengembangan tatabahasa modern. Penggolongan kata secara tradisional sangat berbeda dengan penggolongan kata secara nontradisional. Perbedaannya terletak pada masalah penganalisisannya. Penggolongan kata yang diungkapkan oleh para ahli tatabahasa tradisional penganalisisannya berdasarkan arti, sedangkan penggolongan kata yang diungkapkan oleh para ahli tatabahasa nontradisional pengananlisisannya berdasarkan perilaku sintaksis kata. Sebenarnya hal ini menjadi perbincangan para ahli tatabahasa.
Penggolongan kata berdasarkan makna banyak dibantah oleh ahli tatabahasa nontradisional, karena tidak semua kata dapat digolongkan berdasarkan makna. Misalnya dalam kalimat Memancing adalah hobiku. Kata memancing dalam kalimat tersebut apabila dikaji secara semantik berarti masuk ke dalam kelas kata verba, namun apabila dikaji berdasarkan perilaku sintaksis, maka memancing tersebut masuk ke dalam kelas kata nomina, karena subjek dalam klausa selalu diisi oleh nomina.
Proses morfologis pun memengaruhi penggolongan kata. Misalnya kata baca tergolong kelas kata verba, apabila ditambah sufiks –an bacaan, kelas katanya pun berubah menjadi kelas kata nomina; kata jujur tergolong kelas kata adjektiva, apabila ditambah konfiks ke-an kejujuran, maka kelas katanya pun berubah menjadi kelas kata nomina. Dengan demikian penggolongan kelas kata secara tradisional tidak lagi efektif, karena berbagai pendapat para ahli nontradisional telah mengungkapkan teori yang lebih relevan dengan ilmu kebahasaan.
Dalam jumlah kelas kata perbedaan teori pun sangat terlihat. Teori tatabahasa tradisional membagi kata ke dalam 8 sampai 10 kelas kata, sedangkan teori tatabahasa nontradisional membagi kata ke dalam 12 sampai 13 kelas kata. Misalnya ahli tatabahasa tradisional C. A. Mees dalam bukunya Tatabahasa Indonesia menggolongkan kata-kata menjadi 10 golongan kata, ialah kata benda atau nomen substantivum, kata keadaan atau nomen adjektivum, kata ganti atau pronomina, kata kerja atau verbum, kata bilangan atau numeri, kata sandang atau articulus, kata depan atau praepositio, kata keterangan atau adverbum, kata sambung atau conjunction, kata seru atau interjection; ahli tatabahasa nontradisional Harimurti Kridalaksana dalam bukunya yang berjudul Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia membagi kelas kata menjadi 13, yaitu       verba,  ajektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, dan interjeksi. 
Penganalisisan wacana dan penguraian menjadi kelas kata, dapat dijadikan sebagai acauan dalam penganalisisan kelas kata. Dalam ini penulis menngunakan sampel cerita pendek yang berjudul Peradilan Rakyat karya Putu Wijaya. Tidak semua kelas kata produktif dalam cerpen tersebut, misalnya kelas kata kategori fatis dan interjeksi. Tetapi ada juga kelas kata yang paling produktif, yaitu verba, nomina, dan adjektiva.

Pembelajaran Kooperatif Team Game Turnament
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen) (Sanjaya, 2007: 240).
Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2010: 12) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang beranggotakan 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Begitu pula menurut Anita Lie (dalam Isjoni, 2010:16) yang menyebut pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas terstruktur. Pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang.
            Dalam pembelajaran kooperatif terdapat unsur-unsur dasar, yaitu (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai (Sanjaya, 2007: 239). Lungdren (dalam Isjoni, 2010: 13-14) menyebutkan unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
1.      Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
2.      Para harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3.      Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
4.      Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
5.      Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6.      Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
7.      Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Kauchak dan Eggen (dalam Isjoni, 2010: 18) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan.
Team GameTurnament pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Hopkins. Metode ini menggunakan pelajaran yang disampaikan guru dan tim kerja sama, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya (Slavin, 2009: 13)
TGT merupakan model pembelajaran yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka (Slavin, 2009: 163-185).
Pada proses pembelajarannya, TGT memiliki lima komponen yang berupa langkah-langkah pelaksanaan TGT, yaitu (1) presentasi di kelas; (2) tim; (3) game; (4) turnamen; dan (5) rekognisi tim.

Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Team Game Turnament dalam Meningkatkan Kemampuan Memahami Kelas Kata

Pada dasarnya tidak ada metode pembelajaran paling baik. Metode pembelajaran yang paling baik adalah metode pembelajaran yang sesuai dengan bahan ajar, kondisi siswa, dan sarana prasarana yang tersedia. Penulis mengujicoba metode pembelajaran kooperatif Team Game Turnament dalam pembelajaran kelas kata. Alasan pemilihan metode ini berdasarkan anggapan bahwa metode ini efektif digunakan dalam pembelajaran kelas kata.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, metode pembelajaran kooperatif Team Game Turnament efektif digunakan dalam meningkatkan kemampuan memahami kelas kata siswa kelas X SMK. Sampel yang diambil adalah kelas X TPHP SMK Al-Madina Cianjur. Penentuan efektivitas pembelajaran ini dengan membandingkan hasil pretes dan postes. Analisis hasil pretes menunjukkan bahwa pemahaman siswa mengenai kelas kata mencapai 37.82%, sedangkan sesudah mendapat treatment dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif Team Game Turnament dan dilakukan postes, maka hasilnya pun meningkat menjadi 49.25%. Dengan demikian metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament ini dapat diaplikasikan ke dalam pembelajaran kelas kata.

Penutup
Pengkajian mengenai kelas kata hendaknya ditindaklanjuti secara lebih mendalam, karena banyak hal yang perlu diungkap mengenai kelas kata ini. Penulis telah mengkaji dan menguraikan kelas kata dengan menggunakan objek cerita pendek. Dari 13 kelas kata, yang paling produktif adalah nomina. Hal ini sebenarnya sangat wajar, karena apabila kita melihat fungsi yang dapat diisi oleh nomina dalam tataran klausa begitu banyak. Nomina dapat menduduki fungsi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
            Dengan adanya penganalisisan mengenai kelas kata dalam bahasa Indonesia dalam penelitian kuantitatif ini, penulis menjadi lebih memahami kelas kata dalam bahasa Indonesia, dan perilaku kata dalam sintaksis, serta makna yang terkandung dalam kata. Selanjutnya pemahaman tersebut disubstansikan dalam pembelajaran kelas kata dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament (TGT).        
Penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament (TGT) dalam pembelajaran kelas kata di kelas X TPHP SMK Al-Madina Cianjur ini penulis maksudkan sebagai sebuah upaya pencarian model alternatif di dalam mengajarkan bahasa Indonesia. Metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament (TGT) ini menitikberatkan pada empat prinsip yaitu prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), tanggung jawa perseorangan (Individual accountability), interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), partisipasi dan komunikasi (participation communication) (Sanjaya, 2006 : 246-247).
 Berkenaan dengan model pembelajaran, penulis menyimpulkan empat hal dalam TGT, yakni pembelajaran secara tim, didasarkan pada manajemen kooperatif, kemauan untuk bekerja sama, dan belajar sambil bermain. Dengan pembelajaran secara tim, guru akan mendapatkan kemudahan, di antaranya guru tidak perlu menjelaskan secara rinci, guru hanya mendesain pelajaran saja. Pembelajaran secara tim tersebut bisa dijadikan sebagai upaya untuk menyamaratakan kemampuan siswa, hal ini terlihat dari apresiasi siswa ketika duduk dalam meja turnamen untuk bermain sebagai perwakilan kelompoknya. Siswa juga lebih senang bermain dengan teman yang kemampuannya seimbang.
Penulis merekomendasikan kepada guru untuk menjadikan pembelajaran kooperatif sebagai metode alternatif yang dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan,  baik kemampuan akademik siswa maupun kemampuan non-akademik siswa.

Daftar Pustaka
Adul, M. Afandi, dkk. 1990. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Bulungan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 1985. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Badudu, J.S. 1987. Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung: CV Pustaka Prima.  
Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Keraf, Gorys. 1984. Tatabahasa Indonesia. Flores: Nusa Indonesia.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kelas kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia.
Ramlan, M. 1991. Tata Bahasa Indonesia Penggolongan Kata. Yogyakarta: CV. Karyono.
Ramlan, M. 1996. Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.
Ramlan, M. 2009. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono.
Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Morfologi. Bandung: Angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar