PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAME TURNAMENT
DALAM
MENIGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI KELAS KATA
oleh
Deden
Ahmad Supendi
Abstrak
Morfologi merupakan salah pokok bahasan mata
pelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah kejuruan (SMK). Salah satu pokok
dalam pembelajaran morfologi tersebut adalah pembelajaran kelas kata atau
kategori kata. Kelas kata yang diajarkan di SMK umumnya hanya empat kelas kata
saja, yakni verba, adjektiva, nomina, dan kata tugas. Agar siswa lebih memahami
kelas kata, siswa dibekali dengan sejumlah pengetahuan tentang kelas kata.
Pengetahuan tersebut akan memabantu siswa dalam memahami kelas kata dalam bahasa
Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament (TGT). Berdasarkan
hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan yang
ditunjukan para siswa dalam memahami kelas kata bahasa Indonesia. Peningkatan
itu dapat dilihat dari semakin berkurangnya kesalahan dalam menentukan kelas
kata yang dilakukan siswa. Peningkatan kemampuan ini dapat terjadi setelah guru
menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament (TGT). Metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament (TGT) berdampak pada
keefektifan proses belajar dan peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini
dimungkinkan karena siswa mengikuti proses pembelajaran dengan penuh antusias.
Kata
Kunci :
Morfologi, pembelajaran kooperatif, Team
Game Turnament, kelas kata, perilaku sintaksis, guru, siswa.
Pendahuluan
Dalam
deskripsi ilmu bahasa kelas kata menempati posisi penting sejak ilmu bahasa
mulai dikembangkan orang. Bahkan menurut Kridalaksana (2008: 1) dalam salah
satu karya paling tua yang dianggap peletak dasar sistem kelas kata, yaitu
Aristoteles Peri Hermeneias (abad ke 4 SM), kelas kata menjadi pokok pembahasan
tentang bahasa. Selaras dengan yang diungkapkan oleh kridalaksana, Keraf (1984:
62) menyatakan bahwa hampir semua tatabahasa sekarang menggunakan pembagian
jenis kata menurut Aristoteles. Walaupun pada dasarnya Aristoteles hanya
membagi ke dalam 8 jenis kata.
Tampaknya
pembagian jenis kata yang dikemukakan oleh Aristoteles menjadi dasar yang tak
dapat diubah lagi karena sudah mencapai titik kesempurnaan. Tetapi pembagian
tersebut memiliki kelemahan di antaranya bertolak dari kaidah-kaidah filsafat,
sedangkan bahasa tidak selamanya harus diperlakukan dengan dasar-daras
filsafat. Walaupun demikian tidak ada salahnya kita mengikuti dahulu cara
pembagian menurut Aristoteles (tradisional) untuk memahami dasar-dasar yang
digunakan untuk mengadakan pembagian kelas kata ini, menunjukkan
kekurangan-kekurangan pembagian menurut tatabahasa tradisional, kemudian kita
berusaha member suatu pembagian lain.
Kelas
kata merupakan aspek bahasa yang selalu dijadikan objek penelitian oleh para
ahli bahasa dari Indonesia bahkan dari luar negeri. Kata tidak hanya
dikelompokkan berdasarkan ahli bahasanya, juga berdasarkan zamannya. Penelitian
dan pandangan mengenai kelas kata menjadi titik awal terjadinya pengelompokkan
oleh para ahli di zamannya. Hal ini menarik untuk diteliti karena perbedaan
pandangan para ahli bahasa mengenai jumlah dan jenis kelas kata. Bahkan Ramlan
menyebut kelas kata dengan pengelompokkan kata.
Masalah
kelas kata ini juga tidak hanya terletak pada hal yang telah diungkapkan di
atas. Proses morfologis juga memengaruhi kelas kata tersebut. Karena kelas kata
terdiri dari seperangkat kategori morfologis yang tersusun dalam kerangka sistem
tertentu yang berbeda dan sistem kategori morfologis kelas kata lain. Nampaknya
jelas, apabila peneliti ingin mengkaji teori kelas kata maka acuannya yang
paling mendasar yaitu morfologi. Menurut Arifin dan Junaiyah (2009: 2)
morfologi adalah ilmu bahasa tentang seluk beluk kata (struktur kata).
Pembagian kelas kata dalam bahasa indonesia
Pengkajian
mengenai pembagian kelas kata secara tradisional telah menjadi acuan bagi
pengembangan tatabahasa modern. Penggolongan kata secara tradisional sangat
berbeda dengan penggolongan kata secara nontradisional. Perbedaannya terletak
pada masalah penganalisisannya. Penggolongan kata yang diungkapkan oleh para
ahli tatabahasa tradisional penganalisisannya berdasarkan arti, sedangkan
penggolongan kata yang diungkapkan oleh para ahli tatabahasa nontradisional
pengananlisisannya berdasarkan perilaku sintaksis kata. Sebenarnya hal ini
menjadi perbincangan para ahli tatabahasa.
Penggolongan
kata berdasarkan makna banyak dibantah oleh ahli tatabahasa nontradisional,
karena tidak semua kata dapat digolongkan berdasarkan makna. Misalnya dalam
kalimat Memancing adalah hobiku. Kata
memancing dalam kalimat tersebut
apabila dikaji secara semantik berarti masuk ke dalam kelas kata verba, namun
apabila dikaji berdasarkan perilaku sintaksis, maka memancing tersebut masuk ke dalam kelas kata nomina, karena subjek
dalam klausa selalu diisi oleh nomina.
Proses
morfologis pun memengaruhi penggolongan kata. Misalnya kata baca tergolong kelas kata verba, apabila
ditambah sufiks –an bacaan, kelas
katanya pun berubah menjadi kelas kata nomina; kata jujur tergolong kelas kata adjektiva, apabila ditambah konfiks
ke-an kejujuran, maka kelas katanya
pun berubah menjadi kelas kata nomina. Dengan demikian penggolongan kelas kata
secara tradisional tidak lagi efektif, karena berbagai pendapat para ahli
nontradisional telah mengungkapkan teori yang lebih relevan dengan ilmu
kebahasaan.
Dalam jumlah kelas kata perbedaan teori pun sangat terlihat. Teori
tatabahasa tradisional membagi kata ke dalam 8 sampai 10 kelas kata, sedangkan
teori tatabahasa nontradisional membagi kata ke dalam 12 sampai 13 kelas kata.
Misalnya ahli tatabahasa tradisional C. A. Mees dalam bukunya Tatabahasa
Indonesia menggolongkan kata-kata menjadi 10 golongan kata, ialah kata benda
atau nomen substantivum, kata keadaan
atau nomen adjektivum, kata ganti
atau pronomina, kata kerja atau verbum, kata bilangan atau numeri, kata sandang atau articulus, kata depan atau praepositio, kata keterangan atau adverbum, kata sambung atau conjunction, kata seru atau interjection; ahli tatabahasa
nontradisional Harimurti Kridalaksana dalam bukunya yang berjudul Kelas Kata
dalam Bahasa Indonesia membagi kelas kata menjadi 13, yaitu verba, ajektiva,
nomina, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi,
konjungsi, kategori fatis, dan interjeksi.
Penganalisisan wacana dan penguraian menjadi kelas kata, dapat
dijadikan sebagai acauan dalam penganalisisan kelas kata. Dalam ini penulis
menngunakan sampel cerita pendek yang berjudul Peradilan Rakyat karya Putu
Wijaya. Tidak semua kelas kata produktif dalam cerpen tersebut, misalnya kelas
kata kategori fatis dan interjeksi. Tetapi ada juga kelas kata yang paling
produktif, yaitu verba, nomina, dan adjektiva.
Pembelajaran Kooperatif Team
Game Turnament
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam
orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras,
atau suku yang berbeda (heterogen) (Sanjaya, 2007: 240).
Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2010: 12) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
beranggotakan 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Begitu pula menurut
Anita Lie (dalam Isjoni, 2010:16) yang menyebut pembelajaran kooperatif dengan
pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajran yang memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas
terstruktur. Pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu
kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk
mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada
umumnya terdiri dari 4-6 orang.
Dalam pembelajaran
kooperatif terdapat unsur-unsur dasar, yaitu (1) adanya peserta dalam kelompok;
(2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok;
dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai (Sanjaya, 2007: 239). Lungdren (dalam
Isjoni, 2010: 13-14) menyebutkan unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
sebagai berikut.
1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa
mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
2. Para harus memiliki tanggung jawab terhadap
siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap
diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka
semua memiliki tujuan yang sama.
4. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung
jawab di antara para anggota kelompok.
5. Para siswa diberikan satu evaluasi atau
penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara
mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
7. Setiap siswa akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan
komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi
belajarnya. Kauchak dan Eggen (dalam Isjoni, 2010: 18) berpendapat bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan.
Team GameTurnament
pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edward, ini merupakan
metode pembelajaran pertama dari Hopkins. Metode ini menggunakan pelajaran yang
disampaikan guru dan tim kerja sama, di mana siswa memainkan game akademik
dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya (Slavin,
2009: 13)
TGT
merupakan model pembelajaran yang menggunakan turnamen akademik, dan
menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa
berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik
sebelumnya setara seperti mereka (Slavin, 2009: 163-185).
Pada
proses pembelajarannya, TGT memiliki lima komponen yang berupa langkah-langkah
pelaksanaan TGT, yaitu (1) presentasi di kelas; (2) tim; (3) game; (4)
turnamen; dan (5) rekognisi tim.
Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Team Game Turnament dalam Meningkatkan Kemampuan Memahami Kelas
Kata
Pada dasarnya tidak ada metode pembelajaran paling baik. Metode
pembelajaran yang paling baik adalah metode pembelajaran yang sesuai dengan
bahan ajar, kondisi siswa, dan sarana prasarana yang tersedia. Penulis
mengujicoba metode pembelajaran kooperatif Team
Game Turnament dalam pembelajaran kelas kata. Alasan pemilihan metode ini
berdasarkan anggapan bahwa metode ini efektif digunakan dalam pembelajaran
kelas kata.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, metode pembelajaran
kooperatif Team Game Turnament efektif
digunakan dalam meningkatkan kemampuan memahami kelas kata siswa kelas X SMK.
Sampel yang diambil adalah kelas X TPHP SMK Al-Madina Cianjur. Penentuan
efektivitas pembelajaran ini dengan membandingkan hasil pretes dan postes.
Analisis hasil pretes menunjukkan bahwa pemahaman siswa mengenai kelas kata
mencapai 37.82%, sedangkan sesudah mendapat treatment dengan menggunakan metode
pembelajaran kooperatif Team Game
Turnament dan dilakukan postes, maka hasilnya pun meningkat menjadi 49.25%.
Dengan demikian metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Turnament ini dapat diaplikasikan ke dalam pembelajaran
kelas kata.
Penutup
Pengkajian
mengenai kelas kata hendaknya ditindaklanjuti secara lebih mendalam, karena
banyak hal yang perlu diungkap mengenai kelas kata ini. Penulis telah mengkaji
dan menguraikan kelas kata dengan menggunakan objek cerita pendek. Dari 13
kelas kata, yang paling produktif adalah nomina. Hal ini sebenarnya sangat
wajar, karena apabila kita melihat fungsi yang dapat diisi oleh nomina dalam
tataran klausa begitu banyak. Nomina dapat menduduki fungsi subjek, predikat,
objek, pelengkap, dan keterangan.
Dengan adanya penganalisisan mengenai kelas kata dalam
bahasa Indonesia dalam penelitian kuantitatif ini, penulis menjadi lebih
memahami kelas kata dalam bahasa Indonesia, dan perilaku kata dalam sintaksis,
serta makna yang terkandung dalam kata. Selanjutnya pemahaman tersebut
disubstansikan dalam pembelajaran kelas kata dengan menggunakan metode
pembelajaran kooperatif tipe Team Game
Turnament (TGT).
Penggunaan
metode pembelajaran kooperatif tipe Team
Game Turnament (TGT) dalam pembelajaran kelas kata di kelas X TPHP SMK
Al-Madina Cianjur ini penulis maksudkan sebagai sebuah upaya pencarian model
alternatif di dalam mengajarkan bahasa Indonesia. Metode pembelajaran
kooperatif tipe Team Game Turnament
(TGT) ini menitikberatkan pada empat prinsip yaitu prinsip ketergantungan
positif (positive interdependence),
tanggung jawa perseorangan (Individual
accountability), interaksi tatap muka (face
to face promotion interaction), partisipasi dan komunikasi (participation communication) (Sanjaya,
2006 : 246-247).
Berkenaan dengan model pembelajaran, penulis
menyimpulkan empat hal dalam TGT, yakni pembelajaran secara tim, didasarkan
pada manajemen kooperatif, kemauan untuk bekerja sama, dan belajar sambil
bermain. Dengan pembelajaran secara tim, guru akan mendapatkan kemudahan, di
antaranya guru tidak perlu menjelaskan secara rinci, guru hanya mendesain
pelajaran saja. Pembelajaran secara tim tersebut bisa dijadikan sebagai upaya
untuk menyamaratakan kemampuan siswa, hal ini terlihat dari apresiasi siswa
ketika duduk dalam meja turnamen untuk bermain sebagai perwakilan kelompoknya.
Siswa juga lebih senang bermain dengan teman yang kemampuannya seimbang.
Penulis
merekomendasikan kepada guru untuk menjadikan pembelajaran kooperatif sebagai
metode alternatif yang dapat digunakan dalam meningkatkan kemampuan, baik kemampuan akademik siswa maupun
kemampuan non-akademik siswa.
Daftar Pustaka
Adul, M.
Afandi, dkk. 1990. Morfologi dan
Sintaksis Bahasa Bulungan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Alwi,
Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto,
Suharsimi. 1985. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto,
Suharsimi. 1992. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Badudu, J.S. 1987. Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung:
CV Pustaka Prima.
Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektifitas
Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Keraf, Gorys. 1984. Tatabahasa Indonesia. Flores: Nusa Indonesia.
Kridalaksana, Harimurti.
2008. Kelas kata dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia.
Ramlan,
M. 1991. Tata Bahasa Indonesia
Penggolongan Kata. Yogyakarta: CV. Karyono.
Ramlan,
M. 1996. Sintaksis. Yogyakarta: CV.
Karyono.
Ramlan, M. 2009. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif.
Yogyakarta: CV Karyono.
Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset dan
Praktik. Bandung: Nusa Media.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Morfologi. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar